I. Pengantar

Perdagangan manusia atau human trafficking di Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kategori sangat darurat. Data korban meninggal dan tidak meninggal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK NTT menyebutkan ada sekitar 2,291 orang asal NTT dalam rentang  waktu antara 2014 sampai 2016. Untuk data korban yang meninggal  dicatat meningkat oleh Jaringan Perempuan Indonesia Timur  yaitu tahun 2014 sebanyak 24 orang, tahun 2015 sebanyak 29 orang, dan tahun 2016 sebanyak 54. Jumlah korban mungkin akan bertambah ke depannya.

Sebagian besar korban ini adalah orang-orang desa yang merantau sebagai TKI di Malaysia, Hongkong dan negara lainnya. Data korban  juga memperlihatkan bahwa warga desa dari Kabupaten Kupang tercatat terbanyak kedua setelah Kabupaten Timur Tengah Selatan di Nusa Tenggara Timur. Kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan rendahnya kesempatan bekerja di desa  adalah beberapa faktor penyebab korban TKI menerima tawaran menggiurkan dengan impian memperbaiki kehidupan lebih baik secara illegal di luar desa.

Salah satu upaya mengurangi angka korban TKI illegal asal NTT ke luar negeri yaitu dengan membuka  akses bagi desa untuk meningkatkan kesejahteraannya mulai dari pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Memindahkan gerak ekonomi yang sebelumnya terpusat di kota ke desa. Dengan adanya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, desa patut bersyukur karena terbukanya akses keuangan yang sangat besar mengembangkan usaha perekonomian di desa.

Dengan pemberian anggaran negara satu desa satu miliar lebih  dan target keluaran satu desa satu produk unggulan,  diharapkan desa dapat menciptakan asset-asset desa yang produktif yang dapat menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan yang berkesinambungan di  hampir 74.000 desa di Indonesia. Terciptanya lapangan kerja baru bagi generasi muda dan usaha-usaha baru bagi masyarakat desa.Peningkatan pendapatan per kapita dan  menstimulus investasi-investasi keuangan baru. Desa menjadi desa yang mandiri, inovatif dan memiliki tata kelola yang baik.

Semua skenario akan berhasil baik jika perencanaan pembangunan desa  partisipasif, terintegrasi dan tepat sasaran. Namun dalam proses aplikasi Undang-undang Desa saat ini bukanlah hal yang mudah di beberapa daerah. Pada tahap perencanaan dan penganggaran, satu sisi desa dihadapkan pada tantangan implikasi yang diwarnai dengan warisan nilai undang-undang desa pendahulu dan di sisi lain desa dituntut perkembangannya berdasarkan kinerja desa.

Tulisan ini akan menguraikan beberapa tantangan-tantangan internal maupun ekternal yang dihadapi desa berdasarkan dokumen perencanaan dan interview singkat di lapangan.

II. Metode dan Alasan Memilih Tempat Survey

Penulisan artikel menggunakan metode deskriptif dan SWOT Analysis. Penelitian dilakukan di Kabupaten Kupang karena  memiliki desa yang mudah dijangkau dari kota dan keterbatasan waktu mengunjungi kabupaten Kupang. Sulitnya bertemu dengan pejabat berwenang di kabupaten dan desa serta kelengkapan dokumen, dengan demikian sebagian besar analisa berasal dari dokumen perencanaan untuk Tahun Anggaran 2016.

Pemilihan 6 (enam) desa adalah secara acak, terdiri dari 2 (dua) desa di Kecamatan Kupang Tengah.2 (dua) desa di Kecamatan Kupang Timur, 1 (satu) desa di Kecamatan Taebenu dan 1 (satu) desa di Kecamatan Nekamese. Alasan pemilihan Tahun Anggaran 2016, karena periode tersebut baru dilewati dan dokumen perencanaannya terbilang lengkap. Diharapkan hasil survey yang terbatas ini dapat memberi sedikit gambaran tantangan-tantangan dalam implementasi Undang-undang desa yang dihadapi beberapa desa di daratan Timor di Nusa Tenggara Timur.

Penelitian ini menggunakan  data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif memberi informasi tentang profil daerah, program-program pemerintah dan tantangan-tantangan dalam proses perencanaan pembangunan di desa. Sedangkan data kuantitatif adalah data-data jumlah desa , data prioritas program kegiatan RPJMDes 4  (empat) desa, APBDes 6 (enam) desa, dan data pendamping di propinsi NTT.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan wawancara. Dokumentasi yang dikumpulkandiantaranya adalah dokumentasi data RPJMDes, Perdes, APBDes, Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dari desa sampel untuk Tahun Anggaran 2016, notulen rapat desa, dan daftar hadir rapat desa Tahun Anggaran 2016, dan dokumen-dokumen berupa Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati Kupang yang mendukung pelaksanaan undang-undang no.6 tahun 2014, RPJMD Kabupaten dan RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Timur,data dana desa dan pendamping dari BPMPD Propinsi NTT. Dokumen-dokumen ini berasal dari 6 (enam) desa di Kabupaten Kupang yaitu Desa Tuapukan, Desa Oelpuah, Desa Baumata Barat, Desa Pukdale, Desa Penfui Timur dan Desa Bone. Wawancara dilakukan di pemerintah daerah dengan pengalaman pendampingan di seluruh wilayah kabupaten Kupang,2 (satu)orang pemerintah desa dan pendamping ahli yang ditempatkan di kabupaten.

III. Gambaran Umum Aplikasi Undang-Undang Desa di Kabupaten Kupang NTT

Kabupaten Kupang memiliki 160 (seratus enam puluh) desa yang terdiri dari 84.28% desa berkembang dan 15.72% desa tertinggal (http://www.sapa.or.id/2012-04-26-15-28-34). Sumber pembiayaan program kegiatan di desa-desa ini selain berasal dari Dana Desa yang berasal dari APBN, juga berasal dari 3 (tiga) sumber lain, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, Alokasi Dana Desa yang berasal dari APBD dan Pendapatan Asli Desa. Komposisi pendapatan terbesar bersumber dari Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.

Sedangkan Pendapatan Asli Desa sangat rendah bervariasi  antara Rp 1 juta sd 10 juta atau desa masih sangat tergantung APBN. Tahun Anggaran 2016, Kabupaten Kupang memperoleh total Dana Desa sebesar Rp 100 milliar (Perpres Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2016). Jumlah ini meningkat sebesar Rp 28 milliar di Tahun Anggaran 2017 (Perpres Nomor 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2017).

Adapun rincian dari total pendapatan transfer untuk Kabupaten Kupang  Tahun Anggaran 2016 dan Peraturan Bupati yang mengatur besaran alokasi ke masing-masing desa adalah sebagai berikut: 1). Rp 100.747.060.000,- Dana Desa yang bersumber dari APBN, pengalokasiannya diatur dalam Peraturan Bupati Kupang Nomor 3 Tahun 2016. 2). Rp 560.000.000,- Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah yang bersumber dari APBD Kabupaten Kupang, pengalokasiannya diatur dalam Peraturan Bupati Kupang Nomor 8 Tahun 2016. 3). Rp 70.000.000.000,- Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBD Kabupaten Kupang, pengalokasiannya diatur dalam Peraturan Bupati Kupang Nomor 7 Tahun 2016.

Perencanaan dan penganggaran program kegiatan pembangunan di 6 (enam) desa sampel Kabupaten Kupang menunjukan bahwa sekitar 88% dari Dana Desa APBN digunakan untuk belanja modal yang didalamnya sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur, seperti: pembangunan jalan jembatan, rehabilitasi posyandu, program pengadaan taman eden untuk ketahanan pangan desa, pengadaan jaringan air dan kegiatan lain. Hal ini juga merujuk peraturan pelaksana undang-undang desa Permendes 21 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa desa berkembang dan desa tertinggal akan lebih condong pada perencanaan program dan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum dan sosial dasar bidang pendidikan maupun kesehatan masyarakat desa.

Pemerintah Kabupaten Kupang  telah menetapkan arah kebijakan mengenai prioritas penggunaan keuangan desa dalam Keputusan Bupati Kupang Nomor 177/KEP/HK/ 2016 tentang Pedoman Teknis dan Penetapan Prioritas Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Kupang Tahun Anggaran 2016 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi desa dalam menyusun rancangan kebijakan umum anggaran di desa sehingga dapat sinkron dengan kebijakan umum daerah. Petunjuk teknis ini juga menjadi pedoman pengalokasian anggaran desa dalam dokumen RPJMDes, RKPDes , APBDes dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) desain program kegiatan. Dalam petunjuk teknis ini, pengelolaan keuangan desa difokuskan pada 4 (empat) bidang prioritas, yaitu 1) bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pembiayaan program kegiatan sebesar 30% dari total pendapatan desa, 2) bidang pelaksanaan pembangunan desa, pembiayaan program kegiatan sebesar 29% dari total pendapatan desa, 3) bidang pembinaan kemasyarakatan desa, pembiayaan program kegiatan yaitu sebesar 10% dari total pendapatan desa dan 4) bidang pemberdayaan masyarakat desa, pembiayaan program kegiatan sebesar 30% dari total pendapatan desa dan 1% untuk pembiayaan tak terduga.

Empat bidang prioritas sebagaimana diatur dalam pedoman teknis tersebut diatas merupakan kewenangan lokal berskala desa mulai dari perencanaan sampai dengan penyelenggaraan pembangunannya sangat memerlukan pendampingan. Adapun pendampingan di desa-desa di Kabupaten Kupang berasal dari pendampingan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kupang, tim pendamping kecamatan yang dibiayai APBD, tenaga ahli dan lokal yang diangkat dengan surat keputusan kementrian desa dan pihak ketiga yang tidak dibiayai dari anggaran negara. Salah satu tantangan pendampingan di desa-desa Kabupaten Kupang adalah letak geografis yang sangat luas dan berjauhan.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, berikut ini pemetaan faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perencanaan penganggaran dan faktor eksternal yang menjadi tantangan dan peluangdesa dalam mengaplikasikan Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.

IV. SWOT Implementasi Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 di NTT

  1. Kekuatan :

Implementasi UU No 6 Tahun 2014 mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas, yang mana pemerintah lokal memiliki kewenangan untuk mengatur pembangunannya sendiri. Kewenangan lokal ini merupakan porsi yang tidak ditangani oleh Kabupaten Kupang maupun Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kewenangan lokal berskala desa seperti yang dimaksud di atas meliputi bidang pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang kemasyarakatan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat. Kewenangan lokal desa ini didukung oleh faktor-faktor internal yang menjadi modal dasar dan memberi ruang gerak bagi desa untuk mewujudkan pemerintahan masyarakat yang menjawab kebutuhan lokal desa dan pembangunan yang berkelanjutan. Adapun faktor-faktor internal tersebut adalah :

a. Dana

Ada sekitar Rp 171.306.060.000,- total dana untuk desa di Kabupaten Kupang Tahun Anggaran 2016. Jika pada Juli ini seluruh kepala desa memenuhi laporan pertanggungjawaban dan APBDes Tahun Anggaran 2017, maka 160 desa akan mendapat tambahan sekitar Rp 119.320.128.000,-. Nilai ini tentunya sangat besar dibandingkan dengan Undang-Undang Desa Tahun sebelumnya, dimana desa hanya memperoleh kucuran dana setelah semua kebutuhan kabupaten terpenuhi.

b. Aplikasi Siskuides

Pemerintah Kabupaten Kupang  sudah menerapkan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sejak April 2017. Sistem ini akan sangat membantu kepala desa dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban secara cepat, akurat dan transparan. Aplikasi keuangan ini akan mengurangi tingginya keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban seperti pengalaman bulan februari  2017, dimana 140 desa terlambat menyampaikan laporan pertanggungjawaban karena masih menggunakan laporan perhitungan manual. Aplikasi keuangan ini merupakan system yang dibuat oleh BPKP. Demi kelancaran pelaporan desa, pelatihan aplikasi telah diberikan kepada kepala desa dan bendarahara.BPKP terus memberikan bimbingan teknis terkait aplikasi ini.

c. Peraturan Bupati dan peraturan pelaksanaan Undang-undang desa lainnya.

Produk hukum pelaksanaan undang-undang desa di kabupaten memperlancar proses transfer dari pusat ke rekening kas umum daerah dan rekening kas desa dan menjadi pedoman dalam perencanaan dan penganggaran program kegiatan di desa. Kabupaten Kupang telah memiliki sejumlah peraturan dimaksud berupa Peraturan dan Keputusan Bupati Kupang yang mengatur tentang beberapa hal, yaitu : Pedoman Teknis dan Penetapan Prioritas  Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Kupang Tahun Anggaran 2016, Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Kupang Tahun Anggaran 2016, Tata Cara Pengalokasian dan Penetapan Besaran Bagian Hasil Pajak dan Retribusi Kepala Desa di Kabupaten Kupang Tahun Anggaran 2016, Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Kupang, dan Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.

d. RPJMDEs, RKPDs dan APBDes

Dari 6 (enam) desa sampel, semua desa telah memiliki dokumen perencanaan RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Untuk RPJMDes, 2 (dua) desa masih menggunakan RPJMDes periode 5 tahun, dan 4 (empat) desa  telah memiliki RPJMDes review per  6 (enam) tahun. Hal dimaksud menyesuaikan aturan terbaru bahwa masa jabatan kepala desa  adalah menjadi 6 (enam) tahun.   Berdasarkan data dari BPMPD Propinsi, pengalokasian dana dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD) di  Kabupaten Kupang untuk tahap I dan II Tahun Anggaran 2016 dan tahap I Tahun Anggaran 2017 adalah 100%, dengan asumsi bahwa semua dokumen perencanaan 160 sudah lengkap. Ketepatan waktu dalam membuat dokumen-dokumen perencanaan seperti disebutkan di atas adalah buah hasil dari program PNPM Pedesaan yang telah memberi pengalaman perencanaan bagi desa.Ini merupakan modal bagi desa dalam perencanaan penganggaran pembangunan desa.

2. Kelemahan :

a. Sumber Daya Manusia

    1). Kapasitas kepala desa dan perangkat desa

Tantangan utama implikasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 di desa  di Kabupaten Kupang yaitu sumber daya manusia. Tingkat pendidikan kepala desa dan perangkat desa paling tinggi adalah lulusan SMA.Berikut ini adalah beberapa hal yang ditemui selama dialog dengan perangkat desa dan masyarakat desa.

Pertama. Ketakutan kepala desa menggunakan dana desa karena takut terkait masalah hukum. Hasil interview dengan salah satu kepala desa menyatakan bahwa awalnya dia berpikir untuk tidak menggunakan dana desa karena takut berhubungan dengan hukum dan masuk penjara. Tidak menggunakan adalah sama dengan posisi aman. Hal ini menunjukan bahwa akses informasi dan pengetahuanyang masih minim.Perangkat desa perlu pendampingan dan mendapatkan sosialisasi informasi peraturan-peraturan terbaru yang berkaitan penggunaan dana desa,sehingga desa mengerti hak dan kewajiban dan memanfaatkan sebaiknya untuk pembangunan desa.

Kedua. Kepala desa belum berpikir tentang inovasi dan produk unggulan dan masih fokus pada pembangunan fisik karena lebih mudah dalam perencanaan. Salah satu kepala desa yang ditemui berpendapat bahwa tanpa produk unggulanpun desa, negara akan tetap kucurkan dana APBN bagi desa setiap tahunnya.

Ketiga. Kesulitan kepala desa dan perangkat desa berkaitan dengan pelaporan pertanggungjawaban menggunakan aplikasi keuangan SisKeuDes yang baru. Pelaporan keuangan secara online merupakan hal baru bagi desa. Ada beberapa persyaratan yang harus dimasukkan saat register awal di system. Hal ini menyebabkan proses pelaporan menjadi lama. Demikian juga sebaran sumber daya perangkat desa yang memahami teknologi dan informasi sangat minim dan belum merata. Desa yang memiliki jarak lebih dekat dengan ibukota lebih banyak memiliki perangkat desa yang memahami komputer dan teknologi informasi daripada desa yang jaraknya sangat jauh dari ibukota kabupaten.

Keempat. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) desa mengalami kesulitan dalam pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) fisik untuk belanja modal.Dari dokumen yang diamati hampir semua desa tidak memberikan rincian anggaran biaya dalam dokumen APBDes. RAB ini sebaiknya disertai output program kegiatan.Kesulitan pembuatan RAB ini pun belum didukung dengan pendamping desa teknik infrastruktur.Terdapat 4 (empat) desa di Kabupaten Kupang yang tidak memiliki pendamping desa teknik infrastruktur.

Kelima. Perangkat desa masih banyak melakukan kesalahan perencanaan pengadaan barang dan jasa.Terdapat banyak kesalahan penempatan nomenklatur program dan kegiatan dalam APBDes.Perangkat desa masih mengadopsi pengadaan barang dan jasa system tender milik PNPM.Padahal pengadaan barang dan jasa Undang-undang desa sekarang ini pada prinsipnya dilakukan dengan sistem swakelola.

Keenam. Adanya isu elit desa atau dominasi kepala desa dalam proses perencanaan. Pada forum-forum diskusi  elit desa mendominasi diskusi, sehingga aspirasi yang disampaikan merupakan aspirasi golongan tertentu dan bukan untuk kepentingan umum. Hal ini mungkin terjadi di banyak desa. Namun fokus pengamatan dimaksud adalah kesesuaian antara isu strategis di desa dan perencanaan penganggaran. Sebagai contoh salah satu desa di Kupang Tengah, dalam bagian  profil desa disebutkan bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani, terdapat sekitar 70 % penduduk. Sebagian besar lahan yang dimiliki adalah lahan sawah dan ladang. Dalam APBDes tahun 2016, desa mengajukan prioritas program pengadaan pertukangan dan meubeler. Pertanyaannya adalah akankah pengadaan peralatan pertukangan tersebut dapat menciptakan multiplier effect atau tidak. Skenarionya apabila mayoritas petani tadi beralih profesi menjadi tukang akan memberi kehidupan yang lebih baik bagi semua orang desa.

    2). Kekosongan posisi perangkat desa

Kekosongan posisi perangkat desa di Kabupaten Kupang disebabkan oleh beberapa hal berikut :

Pertama. Banyak posisi sekretaris desa yang notabene PNS bakalan kosong karena pensiun. Hal ini sangat berpengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan desa  karena sekretaris desa adalah verifikator kegiatan di desa. Sampai tulisan ini dibuat belum keluar Peraturan Daerah yang mengatur tentang perangkat desa dimaksud.

Kedua. Kepala desa yang memberhentikan bendahara desa.Di beberapa desa, ada kepala desa yang memberhentikan bendahara di tengah masa jabatan karena tidak sejalan.Padahal bendahara sudah dibimbing untuk masalah keuangan. Sehingga dalam proses pertanggungjawaban akan mengalami kesulitan, dikarenakan bendahara yang lama sudah tidak aktif lagi. Menurut pendapat dari OPD teknis, kebupaten sulit mengupdate pergantian perangkat desa baru oleh kepala desa dikarenakan sedikitnya personil yang melakukan monitoring dan evaluasi ke desa berbanding dengan banyaknya desa dan luas wilayah.

b. Partisipasi masyarakat terutama perempuan rendah

Pengamatan untuk partisipasi masyarakat dilihat dari daftar hadir, berita acara pemilihan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul/kewenangan local berskala desa yang dimuat dalam RKPDes tahun anggaran 2016, dan kesesuaian isu strategis desa dan program prioritas yang direncanakan dalam RPJMDes.

Daftar hadir rapat. Daftar hadir rapat dalam musyawarah perencanaan desa menunjukkan bahwa rata-rata keterwakilan perempuan dalam rapat sangat rendah yaitu 11.4% dari total anggota rapat. Berdasarkan wawancara dengan pendamping ahli, ibu-ibu jarang memilih rapat, hal ini bisa dikaitkan dengan budaya ketimuran yang masih menjunjung tinggi patrialisme. Strategi yang dipakai oleh pendamping, yaitu melalui undangan diwajibkan kehadiran ibu-ibu sebanyak 20 orang misalnya. Rendahnya partisipasi masyarakat juga terkait dengan stereotype musrenbang yang mengakomodir aspirasi mereka. Banyak masyarakat desa yang apatis terhadap rapat pengajuan usulan prioritas kegiatan ini, dikarenakan selama ini aspirasi mereka yang masuk dalam usulan prioritas pertama belum atau tidak dikabulkan pemerintah sama sekali. Mereka beranggapan musrenbang hanya formalitas para elit pemerintahan saja.

Berita acara pemilihan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul  dan kewenangan local berskala desa.

Berdasarkan pengamatan, terdapat 5 (lima) desa dari 6 (enam) desa belum memiliki struktur berita acara seperti yang diatur dalam Peraturan Bupati Kabupaten Kupang. Hanya satu desa yang memiliki Berita Acara secara mendetail.Dari mayoritas berita acara lebih terlihat seperti “daftar belanja” tanpa menjelaskan secara rinci masalah dan sumberdaya yang tersedia di desa.Berita Acara ini nantinya akan dimuat dalam peraturan desa tentang APBDes.

Tidak sistematisnya berita acara menunjukkan pembuatan yang terburu-buru dan hanya untuk memenuhi ketentuan administrasi perencanaan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, kesesuain isu strategis dan program prioritas.

Dalam perencanaan pembangunan desa tentu banyak masalah yang ingin diselesaikan. Namun harus disesuaikan dengan keterbatasan sumber daya dana yang ada. Desa perlu memiliki strategi perencanaan dan penganggaran yang baik terkait isu kemiskinan di Kabupaten Kupang dan prioritas program kegiatan tahunan. Dalam penentuan prioritas perlu diperhatikan 3 (tiga) kriteria isu strategis yaitu :1. Bersifat mendesak, merupakan permasalahan yang tidak bisa ditunda pemecahannya, dan jika tidak segera ditanganiakan berdampak buruk pada hal lainnya. Contohnya: wabah penyakit dan masalah gizi buruk. 2. Masalah utama, biang masalah bagi banyak masalah lainnya. 3. Memberi efek multiplier. Jika masalah ini diatasi maka akan membantu meningkatkan pendapatan keluarga baik langsung maupun tidak langsung.

Contoh yang diambil dari Desa Oelpuah Kecamatan Kupang Tengah. Ada kegiatan pada bidang pembinaan kemasyarakatan sedangkan masalah yang dihadapi masyarakat tiap musim adalah diare dan demam dan banyak masyarakat setempat yang notabene masih miskin dan belum memiliki jamban yang sehat. Maka prioritas ini lebih mendesak dari bidang pembinaan dan pengadaan sepeda motor. Bagaimana masyarakat bisa aktif dalam kegiatan sehari-hari kalau sakit. Penyusunan program pun sesuai dengan misi nomor 1 dari RPJMDes. Belum adanya kesesuaian isu strategis dan program kegiatan prioritas dapat dikaitkan dengan tingkat partisipasi masyarakat yang masih rendah.

c. Data

Desa-desa di kabupaten Kupang sampai sekarang belum memiliki profil desa. Penggambaran profil yang memuat datapotensi desa hanya ditemukan di RPJMDes. Pentingnya profil desa tersendiri yaitu untuk mengupdate perkembangan desa setiap tahunnya. Salah satunya dengan mendata asset-aset produktif yang dihasilkan dari dana desa. Selain jalan infrastruktur lainnya, desa-desa di Kabupaten Kupang telah memiliki “Taman Eden” yang mendukung ketahanan pangan lokal dan meningkatkan pendapatan warga desa. Namun demikian pendataan mengenai sewa tanah atau pembelian lahan yang dijadikan asset desa adalah sangat esensi sehingga menjamin keberlanjutan pengelolaan taman bersama.

Data kemajuan desa selain bermanfaat dalam perencanaan lima tahun ke depan dapat juga bermanfaat bagi penyusunan laporan pertanggungjawaban akhir tahun dan akhir masa jabatan kepala desa seperti yang diatur dalam peraturan pelaksana Permendagri 46 Tahun 2016 tentang Laporan Kepala Desa.Sesuai pengamatan, semua desa belum membuat laporan pertanggungjawaban di akhir masa jabatan kepala desa.

Selain profil desa, desa wajib memiliki papan informasi penggunaan dana desa satu tahun anggaran untuk tujuan transparansi. Papan pengumuman di kantor desa juga merupakan hal yang belum dipenuhi semua kepala desa.

d. Fungsi BPD

Peran BPD sebagai lembaga legislative desa masih sangat kurang.Seharusnya di tingkat desa ada rapat-rapat untuk menampung aspirasi masyarakat desa. Pengamatan ini diasumsikan dari belum adanya agenda rapat yang jelas dari BPD dan anggotanya. BPD juga kurang memahami fungsinya sebagai fungsi control. Di beberapa desa, ada  BPD lebihcondong menjadi auditor daripada legislator. Untuk auditor di Kabupaten Kupang dilakukan sepenuhnya oleh Inspektorat Kabupaten Kupang.

Dari pengamatan terdapat 4 (empat) dari 6 (enam) RPJMDes yang menggambarkan kedudukan BPD di bawah Kepala Desa di dalam struktur organisasinya. Interpretasi dari hal tersebut adalah desa masih menganut nilai undang-undang desa lama yaitu Undang-undang desa Nomor 32 Tahun 2004. Pada masa itu, beberapa kewenangan BPD ditarik kembali karena mengambil fungsi kontrol yang berlebihan terhadap kepala desa masa itu. Fungsi BPD saat itu dianggap menjadi ancaman bagi kepala desa selaku penyelenggaraan pemerintahan desa. Asumsi yang lain yang agak berlainan bahwa BPD kurang berfungsi karena insentif yang diperoleh kecil dibanding perangkat desa yang lain.

Lemah atau kuatnya fungsi BPD menentukan mati hidupnya demokrasi di desa.

e. Jarak desa dari kota kupang

Kebanyakan pendamping local adalah warga kota kupang.Desa sendiri belum mampu mengadakan sumber daya manusia untuk pendampingan lokal desa sebagaimana disyaratkan.Untuk melakukan pendampingan, seorang pendamping lokal harus menempuh 2 atau 3 jam dengan sepeda motormasuk desa paling jauh. Pendampingan menjadi tidak efektif, karena semua pendamping pulang pergi, dan mereka tidak menetap di desa setempat.Dampaknya ada beberapa pendamping yang mengundurkan diri, walaupun saat yang bersamaan banyak desa yang kekurangan pendamping.

3. Peluang :

a). Pendamping

Pembangunan di desa adalah mutlak wewenang desa. Namun tingginya kebutuhan desaterkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan lembaga desa, pendampingan sangat diperlukan. Seorang pendamping yang berhasil adalah pendamping yang menghasilkan kader-kader pendampingan yang lebih berhasil. Pendamping yang berhasil adalah pendamping yang menghasilkan kemandirian masyarakat dan bukan kebergantungan.Untuk jumlah pendamping di Kabupaten Kupang, jumlah tenaga ahli professional  yang bertugas di level Kabupaten telah memenuhi kuota. Demikian juga dengan pendamping desa pemberdayaan yang bertugas di desa, jumlahnya sesuai ketentuan yang diatur dalam permendes.

Jika pendampingan bisa dilakukan oleh pihak ketiga, maka desa dapat menggandeng LSM dan universitas untuk pendampingan.Di Kabupaten Kupang sudah ada LSM lokal yang melakukan pendampingan pemberdayaan seperti CIS Timor, bengkel APEK, INCREASE dan lainnya. Desa dapat menggandeng Universitas Nusa Cendana melalui kegiatan KKN.

b). Regulasi, Kebijakan Pusat dan respon desa :

Regulasi pemeritah pusat tentang pengolahan, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 49/ PMK.07/2016, memberi kemudahan daerah dalam pengajuan transfer dana desa. Asalkan pemerintah daerah telah melakukan transfer dari rekening daerah ke rekening desa secara keseluruhan (atau minimum 50% dana desa), daerah dapat mengajukan transfer untuk tahap berikutnya. Hal ini tanpa memperhatikan jika masih sejumlah kecil desa belum memberikanlaporan pertanggungjawaban tahap sebelumnya  ke Bupati. Untuk tahap II tahun anggaran 2016 dan  Tahap I Tahun Anggaran 2017, Kabupaten Kupang telah melakukan 100% pencairan ke rekening desa.

Kebijakan baru yang dikelurkan pemerintah pusat per April 2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 yang menekankan penggunaaan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian output memotivasi desa memanfaatkan secara lebih efektif dan efisien. Kebijakan ini akan menjadi peluang jika desa merencanakan pembangunan secara lebih baik. Jika dalam pengelolaan dana desa, desa menghasilkan PAD yang cukup baik, maka desa telah menghasilkan dana cadangan jika DAU akibat dari transfer negara mengalami penurunan.

4. Ancaman :

a). Pendampingan

Ancaman dari pendampingan dapat dilihat dari jumlah personil dan type pendampingan

Jumlah pendamping.Dari data BPMPD propinsi, terdapat 4 (empat) desa yang belum memiliki pendamping pemberdayaan sampai saat ini, yang terdiri dari 3 (tiga) pendamping desa teknik infrastruktur dan 1 (satu) pendamping desa pemberdayaan. Pendampingan ini adalah pendampingan dengan penunjukkan  SK Menteri Desa dan Daerah Tertinggal. Dari interview yang dilakukan kepada pendamping ahli disebutkan bahwa banyak pendamping lokal desa yang kurang berpengalaman dan memiliki pengetahuan lokal desa tempat dia bertugas sehingga mereka kurang dianggap oleh kepala desa. Untuk peningkatan kapasitas pendamping, kementerian desa memberikan pelatihan. Pelatihan peningkatan kapasitas pendamping tahun anggaran 2016 paling banyak dibiayai dari sisa dana pinjaman yang berasal Bank Dunia.

Pendampingan yang dilakukan dinas DPMPD juga terbatas. Jumlah staf untuk bidang pemerintahan desa hanya 6 (enam) orang. Pendampingan bidang ini dilakukan saat monitoring dan evaluasi. Pendampingan DPMPD bidang lain juga diantaranya saat desa melakukan konsultasi dalam proses pembuatan APBDes.

Tipe pendampingan. Terlepas dari kepada institusi/lembaga mana pendamping itu bertanggungjawab, tipe pendamping dapat dikategorikan menjadi pendamping fasilitator dan pendamping eksekutor.Tipe ini mungkin akan muncul dalam diri seorang pendamping. Tipe pendamping fasilitator adalah pendampingan dengan tidak menggurui, melainkan memiliki komitmen untuk mendengarkan dan membagi ilmu yang dimiliki tanpa memaksakan suatu nilai. Pendamping fasilitator memotivasi yang didampingi untuk mandiri. Tipe pendamping eksekutor adalah pendamping yang cenderung menggurui dan sering bertindak sebagai eksekutor. Output dari pendampingan menyebabkan ketergantungan orang desa. Sebagai contoh, pendampingan perangkat desa dalam pembuatan APBDes setiap tahun.  Apakah pendampingan ini menghasilkan perangkat desa yg mengerti proses perencanaan dan penganggaran dana desa, ataukah perangkat desa yang akan terus berlangganan meminta bantuan. Kendala yang dihadapi adalah ketika pendamping mutasi atau dipindahkan ke tempat lain.

b). Regulasi

Regulasi pusat tentang desa jumlahnya sangat banyak. Demikian desa dituntut untuk memperbarui dan menyesuaikan dengan peraturan yang ada. Regulasi dapat menjadi ancaman jika desa tidak memiliki informasi atau lambat untuk merespon.

Peraturan Menteri Keuangan yang baru tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa menekankan bahwa penyaluran dana ke daerah terutama pada APBNP-APBDP akan menyesuaikan dengan naiknya Pendapatan Nasional (PN) Netto. Jika PN Netto turun, maka DAU pun turun. Naik turunnya DAU berpengaruh terhadap.

V. Kesimpulan dan Saran :

Upaya pemerintah pusat mengurangi angka kemiskinan di desa melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 perlu mendapat apresiasi yang sebaik-baiknya. Dimana lewat Undang-undang ini desa memliki wewenang untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang berhasil berawal dari perencanaan dan penganggaran yang baik pula. Dua tahun implementasi Undang-undang di Kabupaten Kupang memberi pengalaman tentang hal-hal apa yang menjadi kekuatan dan peluang yang perlu ditingkatkan, sebaliknya kelemahan dan tantangan apa yang perlu dibenahi desa-desa di Kabupaten Kupang.

Berdasarkan pengamatan, faktor internal yang menjadi kekuatan berdesa masih belum bisa mengatasi pengaruh nilai-nilai warisan dari masa lalu seperti rendahnya partisipasi, dominasi elit desa dan lemahnya fungsi BPD. Sedangkan faktor eksternal seperti kurangnya personil pendamping dan komitmen untuk menciptakan desa mandiri pun masih tinggi. Faktor eksternal lain yang sangat penting yaitu regulasi dan kebijakan.

Desa perlu berpikir untuk melakukan perencanaan dan penganggaran yang memiliki fokus pada kinerja penyerapan dan output.Jika scenario implementasi desa dapat diatur dengan perencanaan dan penganggaran yang baik diharapkan pada akhir periode I (tahun 2019) peta jalan implementasi Undang-undang desa desa dapat sudah memenuhi syarat desa membangun dan membangun kawasan perdesaan.Terciptanya desa mandiri yang banyak menyerap banyak tenaga kerja lokal.

Beberapa saran :

  • Komitmen masing-masing perangkat desa dalam proses perencanaan dan penganggaran sangat diperlukan.
  • Komitmen berbagai pendampingan diperlukan
  • Perlu dibuat sektretariat bersama pendamping sebagai wadah berbagi informasi. Tujuannya adalah pendamping mengetahui permasalahan yang berkembang di masyarakat dan mereka tidak berjalan sendiri-sendiri.
  • Perlu dikeluarkannya Peraturan Daerah yang mengatur tentang perangkat desa.
  • Dalam proses penganggaran desa perlu memikirkan strategi penganggaran yang efektif
  • Dalam proses perencanaan desa perlu memikirkan sinkronisasi program daerah dan desa.

Perlunya pelatihan perangkat desa terutama Tim Pengelola Kegiatan (TPK).

Related Posts