Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan langkah terobosan yang dilakukan oleh Pemeritah meningkatkan jumlah pendapatan desa. Melalui Undang-undang tersebut dan turunannya merupakan angin segar bagi Desa untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan social baik dibidang ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa (Musrenbang) merupakan salah satu ruangbagi masyarakat untuk mengusulkan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Forum tersebut akan sangat membantu pemerintah desa dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan masyarakat. Musrenbang merupakan kegiatan perencanaan partisipatif dalam pembangunan desa yang diadakan setiap tahun yang melibatkan masyarakat secara penuh untuk merumuskan program prioritas dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat misalnya kelompok pemuda, perempuan, petani dan kelompok masyarakat marginal lainnya.
Musrenbang merupakan salah satu cerminan terbesar dari Negara demokrasi seperti Indonesia dimana hak keterlibatan masyarakat dalam pembangunan sangat diutamakan guna menampung aspirasi masyarakat dan dijadikan sebagai landasan dalam program pembangunan di tingkat“grassroots.” Oleh karena itu, peningkatan anggaran yang dialokasikan untuk desa akan sangat membantu dalam pelaksanaan rencana program kerja yang sudah disusun dengan pelibatan masyarakat. Hal ini untuk memastikan bahwa program pembangunan desa betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak yang signifikan dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Misalnya dalam pengembangan ekonomi keluarga, usaha kecil dan menengah, kelompok perempuan, kelompok penyandang disabilitas dan kelompok marginal lainnya. Maka dari itu, dalam penyusunan program, pemerintah hendaknya menggunakan pendekatan “asset based approach”.
Secara sederhana konsep ini dapat diterjemahkan sebagai pembangunan desa yang dilakukan dengan cara mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi aset yang mereka punya baik dilingkungan sekitar maupun yang ada di dilingkungan mereka berada. Hal ini sangat membantu apabila dalam program pembangunan desa diterapkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga di masyarakat desa. Karenanya apabila diterapkan oleh pemerintah desa maka pendekatan tersebut akan sangat membantu dalam pengurangan kemiskinan. Apalagi hal tersebut dibarengi dengan ketersediaan life skill training bagi masyarakat sehingga mereka dapat mengolah sumberdaya yang ada misalnya dari hasil produksi pertanian, buah-buahan, maupun hasil perikanan dalam peningkatan nilai ekonomis untuk peningkatan pendapatan keluarga. Dengan peningkatan anggaran dana desa yang dialokasikan diharapkan hal ini akan bermanfaat langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama dalam pengurangan angka kemiskinan, penciptaan lapangan kerja khususnya untuk mengurangi jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) keluar negeri, serta dalam upaya penanggulangan penyakit menular untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif.
Jumlah Dana Desa yang diamanatkan melalui Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa setiap tahun semakin meningkat. Tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp. 20,7 Trilyun, tahun 2016 sebesar Rp. 46,9 Trilyun, dan tahun 2017 sebesar Rp. 60 Trilyun. Ini berarti bahwa di tahun 2017, rata-rata per desa mendapatkan dana Rp. 800 juta. Jika kita perhatikan jumlah kenaikan anggaran yang sangat fantastis tersebut hal ini memberikan angin segar bagi pemerintah desa sebagai pengelola dan masyarakat sebagai beneficiaries dari anggaran tersebut sehingga diharapkan dengan “kemurahanhati” pemerintah tersebut akan membawa dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat desa terutama di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Mengingat besaran anggaran yang diterima oleh masing-masing desa maka peran masyarakat dalam mengawal dan mengawasi penggunaan dana desa tersebut menjadi sangat penting. Hal ini bertujuan untuk memberikan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan penganggaran untuk mengawasi penggunaan dana desa guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaannya. Jangan sampai peningkatan anggaran desa tidak memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan dan kepentingan masyarakat di desa.
Berpartisipasi dalam perencanaan dan penganggaran adalah hak setiap masyarakat yang sudah dijamin oleh Peraturan Pemerintah nomor 32 dan 33 tahun 2004 mengenai dana perimbangan pusat dan daerah serta dijamin oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 59 tahun 2007 mengenai tata cara pengelolaan keuangan daerah, serta Undang-Undang 6 tahun 2014.
Keterlibatan masyarakat dalam proses penganggaran adalah hal yang sangat penting baik bagi pemerintah desa maupun masyarakat. Karena keterlibatan mereka akan berkontribusi terhadap kualitas perencanaan program desa dan memberikan kesempatan bagi mereka dalam menyuarakan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pemerintah desa harus pro-aktif melibatkan masyarakat dengan menyediakan wadah partisipasi dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program desa. Memberikan kesadaran bagi masyarakat baik kelompok pemuda, kaum peremuan, dan masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa sangat diperlukan dan sekaligus kewajiban bagi pemerintah untuk melibatkan elemen masyarakat desa.
Sadar atau tidak sadar, bahwa sesungguhnya anggaran tersebut adalah anggaran yang berasal dari masyarakat yang mereka bayar melalui pajak maupun retribusi lainnya yang dikumpulkan oleh pemerintah dan didistribusikan kepada masyarakat melalui program pembangunan. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengawasi dan mengetahui kemana anggaran tersebut dipergunakan. Kontrol masyarakat akan memberikan dampak yang sangat besar bagi keberlangsungan program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.
Transparansi dan akuntabilitas dalam penganggaran harus diutamakan untuk menjamin anggaran tersebut tepat sasaran. Untuk memaksimalkan control masyarakat pemerintah harus menyediakan “Pusat Pengaduan Masyarakat” yang mudah diakses oleh publik. Sehingga ketika ada indikasi pelanggaran, maka masyarakat akan tanggap dan melapor yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Dengan demikian saya yakin dengan niat yang baik dan didukung oleh keuangan yang memadai serta adanya bottom up control dari masyarakat akan memberikan dampak yang sangat baik bagi kesejahteraan masyarakat di desa.
Ditulis oleh:
Zulkifli Jumelin
Pengurus ALPHA-I alumni Masters of International Development Administration di Western Michigan University-USA
Sumber foto: Lampost
Related Posts
PRESS RELEASE
Press Release Seminar Nasional ALPHA-I 2021
ALPHA-I Peduli. Respon Bencana Nusa Tenggara Timur
ALPHA-I Peduli yang diwakili ALPHA-I member, Stephanie Perdana Ayu Lawalu menyerahkan donasi korban bencana alam…
ALPHA-I Peduli. Respon Bencana Kalimantan Selatan
ALPHA-I Peduli yang diwakili ALPHA-I member, Dina Rafidiyah menyerahkan donasi bagi korban banjir di Kalimantan…
Kajian: Penanganan Lansia Pasca Bencana di Lombok, NTB dan Sulawesi Tengah
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi besar terjadi bencana alam. Terdapat kurang lebih 127…