Pada Jum’at siang (22 November 2019) tepatnya pukul 14.00 – 16.00 WIB di Omah Kopi 45, Menteng – Jakarta Pusat. Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika – Indonesia (ALPHA-I) menggelar Konferensi Pers untuk memberikan masukkan berupa rekomendasi kebijakan kepada Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Para narasumber merupakan alumni beasiswa USAID yang juga penulis rekomendasi buku Kebijakan 100 Hari Kerja Jokowi-Ma’ruf yaitu Yossa AP Nainggolan (Ketua Umum ALPHA-I), Suparlan Lingga (Sekretaris Jenderal ALPHA-I), dr. Ryan R. Nugraha yang merupakan alumni Master of Public Health, John Hopkins University dan Felix Wisnu Handoyo – alumni University at Buffalo, State University of New York.
Dalam keterangannya Yossa Nainggolan berujar bahwa tulisan dari teman – teman alumni lulusan beasiswa USAID ini telah terbentuk kedalam sebuah buku yang diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam lima tahun kedepan.
Singkatnya, dalam buku ini terdapat enam topik utama yang menjadi perhatian para alumni lulusan Amerika. Pertama, mengenai kebijakan ekonomi dan kesehatan. Dalam aspek ini, Risyaf Fahreza sebagai alumni Departemen Ekonomi Eastern Michigan University menyoroti kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit katastropik. Ia mengutip studi dari Harvard School of Public Health dan World Economic Forum pada tahun 2011 bahwa setiap tahunnya kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit katastropik adalah sebanyak US$ 500 miliar atau 4 persen dari PDB negara-negara berkembang pada tahun 2010. Di Indonesia penyakit katastropik seperti jantung, gagal ginjal, stroke, telah menghabiskan sekitar 25 hingga 30 persen tiap tahun dari total klaim program JKN sejak pertama diimplementasikan tahun 2014. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, pemerintah perlu menggerakan program preventif. Diantaranya yang dapat dilakukan ialah lebih meningkatkan promosi pola hidup sehat dengan berolahraga secara rutin.
Selain itu, Felix Wisnu Handoyo sebagai alumni University at Buffalo, State University of New York mengatakan untuk menekan defisit BPJS, pemerintah perlu menaikkan iuran BPJS Kesehatan, mempertimbangkan iuran selisih biaya diimplementasikan sebagai tahap selanjutnya serta pemerintah harus mulai merancang pembentukan dana abadi kesehatan.
dr. Ryan R. Nugraha sebagai alumni Master of Public Health, John Hopkins University menyingggung pengendalian tembakau melalui optimalisasi cukai rokok. Menurutnya, cukai rokok saat ini masih rendah. Data WHO menunjukkan bahwa cukai rokok yang efektif ialah berkisar di angka 70 persen dari harga eceran tertinggi. Selain itu, penyakit akibat rokok menghabiskan biaya perawatan setidaknya 13,7 triliun rupiah, yang sebagian besar dibebankan kepada system kesehatan dan asuransi sosial. Untuk itu, Ryan merekomendasikan agar simplifikasi tier cukai rokok mengikuti tier dengan persentase maksimal cukai rokok; menaikkan cukai secara bertahap tiap tahunnya; alokasi cukai rokok untuk menutup beban belanja kesehatan.
Selain terkait dengan kebijakan ekonomi kesehatan, ALPHA-I juga menyoroti masalah kerusakan lingkungan. Hampir setiap tahun Indonesia mengalami kebakaran hutan, kebun, dan lahan. Hermudananto sebagai alumni University of Florida, merekomendasikan agar pemerintah perlu menggunakan teknologi penginderaan untuk penyemaian awan dan peningkatan curah hujan secara periodik dengan pesawat tanpa awak. Rekomendasi lain ialah pembukaan lahan tanpa bakar akan lebih efektif diterapkan jika adanya penegakan hukum yang tegas dan di satu sisi juga adanya pemberian insentif ekonomi kepada masyarakat yang jelas. Salah satu contohnya ialah pemberian insentif kepada desa bebas api.
Dalam aspek penegakan hukum, Testriono yang sedang menyelesaikan s3 Perbandingan dan Administrasi Publik di Departemen Ilmu Politik, Northern Illinois University menyoroti belum terselesaikannya kasus pelanggaran HAM masa lalu. Padahal sewaktu kampanye di periode pertama, Jokowi menjanjikan akan menyelesaikan persoalan HAM masa lalu seperti 98, Semanggai 1 & 2, Talang Sari, dll. Namun, hingga sampai sekarang tidak ada tanda-tanda penyelesaian dari presiden. Testriono, merekomendasikan agar pemerintah segera menyusun RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang baru untuk menggantikan UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang telah dibatalkan olehMK pada tahun 2006 lalu. Hal ini penting untuk mengungkap pelanggaran HAM masa lalu dan menjadi pembelajaran agar hal ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang.